http://www.blogsvertise.com/?rid=b33848
PENGUNJUNG SAAT INI

Bus Penumpang Terbalik, Seorang Tewas dan Tujuh Luka Berat

Bus penumpang CV Sepadan BK 7601 TH terbalik di Km 17-18 Jalan Siantar-Perdagangan, tepatnya di kawasan Nagori Bangun Kecamatan Gunung Malela Simalungun, menyebabkan seorang tewas dan 7 luka berat, Minggu(4/4) pagi.(Selengkapnya...)

KATEGORI BERITA

Jumat, 30 Oktober 2009


Label:

Presiden Bahas Rekaman KPK, Siapakah Wanita Lien Si Pencatut Nama SBY? * Dia Terkesan Sangat Dekat dengan Wkl Jakgung A H Ritonga * Komisi III: Polisi Harus Periksa Pencatut Nama SBY * MPR: Pencatut Nama SBY Harus Dihukum Berat * SBY Minta Pencatutan Namanya Diusut * Rekaman ” Pembunuhan KPK: Dimulai Jelang Terbit Keppres Pengangkatan Ritonga * Ritongan: Saya Adalah Korban yang Tertindas

Jakarta (ANALISA)
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumpulkan staf khusus bidang hukum kepresidenan guna membahas persoalan hukum negeri ini, yang salah satunya membahas rekaman dugaan rekayasa kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyebut nama Presiden Yudhoyono di dalamnya.

Saat ditanya apakah pertemuan dengan Presiden bertujuan khusus membahas kasus rekaman dugaan rekayasa kasus KPK yang tengah bergulir panas di pemberitaan media massa, menurut Staf Khusus Bidang Hukum Kepresidenan Denny, pertemuan tersebut tidak hanya membahas kasus itu, melainkan membicarakan persoalan-persoalan hukum saat ini dan ke depannya.
SBY Minta Pencatutan Namanya di Rekaman ‘Pembunuhan KPK’ Diusut
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta kasus pencatutan namanya dalam sebuah rekaman rekayasa kriminalisasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diusut tuntas. SBY menganggap pencatutan namanya tersebut tidak benar.
“Presiden minta diusut dengan tuntas karena ini masalah serius,” kata Juru Bicara Presiden SBY, Dino Patti Djalal, di kantor presiden, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Rabu (28/10).
Hingga kini, kata dia, Presiden SBY belum mendengarkan isi rekaman yang mencatut namanya itu. “Presiden belum mendengar rekamannya,” ujar Dino.
Hal senada juga disampaikan Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana. Menurut dia, rekaman yang mencatut nama Presiden SBY bohong semata.
“Kalau bicara soal menuntaskan kasus ini secara hukum, jadi tentu sudah jelas, masing-masing pihak perlu klarifikasi mana yang fakta dan mana yang bukan,” kata Denny.
Denny menjelaskan, pencatutana nama SBY di rekaman itu tidaklah benar. Karena itu, Denny meminta masyarakat tidak usah mempercayai isi dari pencatutan nama SBY itu.
Komisi III: Polisi Harus Periksa Pencatut Nama SBY
Ketua Komisi III (Komisi Hukum) DPR Benny K Harman prihatin dengan adanya pencatutan nama Presiden SBY dalam rekaman yang diduga terkait rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK. Benny mendesak aparat kepolisian segera memanggil pihak-pihak terkait dan meminta pertanggungjawaban soal pencatutan nama itu.
“Pihak kepolisian harus segera mengambil langkah hukum untuk memanggil nama-nama orang di rekaman itu,” kata Benny kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (28/10).
“Nama SBY disebut-sebut pihak yang berbicara dalam rekaman itu. Itu namanya mencatut nama Presiden. Pihak-pihak yang berbicara harus mempertangungjawabkannya,” desak Benny.
Politisi PD ini meminta agar rekaman itu dibuka pada saat rapat kerja antara Komisi III dengan KPK di DPR pekan depan.
“Kami harap rekaman itu bisa dibuka di Komisi III. Kami akan memanggil KPK untuk meminta klarifikasi yang salah satunya terkait itu,” paparnya.
Benny berharap kasus rekaman itu diungkap dan ditindaklanjuti dengan serius agar menjadi pelajaran bagi semua pejabat negara untuk lebih berhati-hati. “Menurut saya isi rekaman ini perlu ditindaklanjuti,” ujarnya.
Transkrip rekaman rekayasa kasus pimpinan KPK yang mencatut nama SBY berbunyi:
“Pokoke saiki (pokoknya sekarang) Pak SBY mendukung. SBY itu mendukung Ritonga lo,” ujar seorang wanita yang diduga bernama Yuliana Gunawan atau Lien, dalam percakapan dengan seorang pria yang suaranya mirip Anggodo pada percakapan 6 Agustus 2009.
Lien, dalam rekaman yang beredar itu, merupakan orang yang kerap berhubungan dengan Abdul Hakim Ritonga, yang saat itu menjadi Jampidum. Dia juga kerap menggunakan kata yang atau sayang saat berbincang dengan Anggodo.
Anggodo sempat tidak percaya dengan dukungan SBY itu, namun wanita bernama Lien itu meyakinkan. “Harus ditegakno, ngarang yo opo si yang (harus tega, masa mengarang?)” jelas Lien.
MPR: Pencatut Nama SBY Harus Dihukum Berat
Pelaku pencatutan nama Presiden SBY harus diberi sanksi seberat-beratnya agar tidak menjadi preseden di kemudian hari. Polisi pun diminta menyelidiki kasus pencatutan yang terungkap dalam rekaman yang diduga terkait rekayasa kriminalisasi KPK tersebut.
“Seharusnya polri proaktif dalam mendalami, menyelidiki, dan menyidik kasus itu. Polri harus membentuk tim khusus. Tim itu nanti mendatangi KPK, meminta rekamannya, dan mempelajari rekamannya,” kata Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saefudin di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (28/10).
Menurut Lukman, jika apa yang terungkap di rekaman itu benar, polisi perlu memanggil orang-orang yang namanya disebut di rekaman tersebut untuk dimintai keterangan. Selanjutnya polisi harus bertindak tegas jika yang bersangkutan memang terbukti bersalah mencatut nama presiden.
“Supaya tidak jadi preseden, polri harus bertindak tegas dalam menylidiki kasus ini. Kalau benar bersalah, maka yang bersangkutan harus ditindak seberat-beratnya,” tegas mantan anggota Komisi III DPR ini.
Menurut dia, pencatutan nama ini menyangkut nama baik institusi Polri, Kejagung dan KPK. “Ini pasti berdampak pada Negara, akan menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat dan menyangkut nama baik lembaga Negara, seperti Polri, Kejaksaan, dan KPK juga. Yang bersangkutan harus ditindak supaya tidak mencemari nama baik lembaga,” tandas Lukman.
Siapakah Lien, Si Pencatut Nama SBY?
Lien. Begitulah perempuan yang kini jadi perhatian itu dipanggil. Identitas dia terekam dalam rekaman rekayasa kriminalisasi pimpinan KPK. Bahkan, beberapa kali Lien mencatut nama SBY. Dia juga terkesan sangat dekat denga Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.
Entah siapa nama lengkap Lien. Di rekaman itu, tidak terdengar nama lengkap Lien. Namun, ada pihak yang menduga Lien bernama lengkap Ong Yulia Gunawan. Tapi, apakah Lien benar bernama lengkap Ong Yuliana Gunawan, masih belum jelas.
Dari transkrip rekaman penyadapan KPK yang beredar di kalangan wartawan, Lien menyatakan kalau SBY mendukung Abdul Hakim Ritonga. “Pokoke saiki (pokoknya sekarang) Pak SBY mendukung. SBY itu mendukung Ritonga lo,” ujar Lien saat berbicara dengan Anggodo Widjojo.
Anggodo Widjojo adalah adik buron KPK Anggoro Widjojo. Anggodolah yang melobi sejumlah pejabat Kejagung untuk membantu Anggoro yang tersandung kasus korupsi PT Masaro Radiokom yang tengah ditangani KPK. Anggodo memberikan uang kepada Ari Muladi untuk diberikan kepada oknum di KPK. Namun, uang itu entah ke mana, karena Ari mengaku tidak memberikan langsung kepada pimpinan KPK.
Pembicaraan Lien dengan Anggodo terjadi pada 6 Agustus 2009, saat Ritonga masih menjabat sebagai jaksa agung muda pidana umum (Jampidum). Ritonga kemudian dilantik sebagai Wakil Jaksa Agung pada 12 Agustus 2009.
Dalam transkip rekaman yang beredar, perbincangan Lien dan Anggodo menyiratkan hubungan yang khusus. Beberapa kali Lien menyebut Anggodo dengan panggilan ‘yang’, kemungkinan besar kependekan dari kata ’sayang’.
Siapa Lien? Kuasa hukum Anggodo, Bonaran Situmeang mengaku tidak tahu menahu soal identitas Lien. “Saya nggak kenal perempuan itu,” ujar Bonaran saat dihubungi detikcom, Rabu (28/10).
Apakah Lien itu merupakan istri Anggodo? Bonaran tidak secara tegas menjawabnya. Namun menurutnya, Anggodo sudah memiliki istri, anak bahkan cucu. Dari pemberitaan yang mencuat di media massa, nama istri Anggodo adalah Elly Widjojo. Nama Elly ini sempat muncul terkait kabar Anggodo memberi Mercedes Benz tipe S 300 kepada pejabat Kejagung. STNK mobil untuk suap itu disebut-sebut atas nama Elly.
Bila Anggodo sudah beristri, lalu siapakah Lien? Mengapa ia memanggil adik buron KPK itu dengan panggilan mesra ‘yang’? Bonaran menolak Lien merupakan wanita idaman lain Anggodo. “Masa kalau ada perempuan yang menelepon dibilang selingkuh. Misalnya ada yang telepon saya perempuan, padahal saya sudah punya istri, masa dibilang selingkuh?” jelas Bonaran.
Obrolan antara kedua orang tersebut yang menyebut nama SBY dinilai Bonaran hanya dalam konteks guyonan. Akan menjadi masalah jika ada salah satu pejabat negara yang ikut dalam perbicangan itu.
“Perempuan itu siapa tahu lagi godain Anggodo, cuma becandaan doang,” tegasnya.
Sebelum kasus rekayasa KPK, Kejagung pernah dibuat geger oleh Artalyta Suryani alias Ayin. Perempuan yang suka berdandan ini juga bisa bercakap akrab dengan pejabat Kejagung. Ia misalnya memanggil Jaksa Urip Tri Gunawan dengan panggilan mas.
Ayin kini telah mendekam di LP Pondok Bambu setelah pengadilan memvonisnya dengan hukuman 5 tahun penjara. Ia terbukti melakukan suap kepada Jaksa Urip untuk membereskan SP3 kasus Syamsul Nursalim. Sementara Jaksa Urip divonis 20 tahun penjara.
Selain menyeret pejabat Kejagung, Ayin juga diisukan memiliki hubungan dengan SBY. Foto SBY dan Ibu Ani menghadiri pernikahan anak Ayin di Surabaya pernah menjadi berita heboh. Istana tidak memberi jawaban tegas soal foto SBY dan Ayin ini.
“Presiden bisa saja mengenal banyak orang dan dikenal banyak orang. Tapi Presiden tidak bisa mengontrol perilaku setiap orang. Sama seperti saya dan Anda,” jawab Andi Mallarangeng, yang saat itu menjabat sebagai Jubir Presiden. Saat itu Andi ditanya tanggapannya soal foto-foto SBY menghadiri pernikahan anak Artalyta.
Karena mengenal sejumlah pejabat, Ayin pun dijuluki sebagai ratu lobi.
Bagaimana dengan Lien? Apakah ia akan menjadi the next Artalyta? Waktu akan menjawabnya.
Rekaman ‘Pembunuhan KPK’ Dimulai Jelang Terbit Keppres Pengangkatan Ritonga
Nama Presiden SBY dicatut dalam pembicaraan antara Anggodo Widjojo, adik Anggoro Widjojo, buron kasus PT Masaro. Pembicaraan terjadi secara intensif antara Anggodo dengan pejabat Kejagung. Yang menarik, rekayasa kriminalisasi terhadap pimpinan KPK itu terjadi menjelang terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) pengangkatan Abdul Hakim Ritonga sebagai Wakil Jaksa Agung.
Rekaman pembicaraan antara Anggodo bersama timnya dengan Wisnu Subroto (mantan Jamintel) dan Ritonga itu terjadi mulai 22 Juli hingga 24 Agustus 2009. Durasi pembicaraan untuk menyusun skenario kriminalisasi pimpinan KPK itu sekitar satu bulan lebih. Bisa jadi durasi pembicaraan skenario itu lebih lama, karena mungkin masih ada rekaman lanjutan yang masih tersimpan rapat di KPK.
Di awal pembicaraan mengenai skenario kriminalisasi pimpinan KPK itu, Wisnu Subroto masih menjabat sebagai Jamintel dan Ritonga masih menjabat sebagai Jampidum. Sebab, catatan detikcom, Keppres tentang pengangkatan Ritonga sebagai Wakil Jaksa Agung dan pemberhentian Wisno Subroto dari Jamintel baru terbit 31 Juli 2009 dengan Keppres bernomor 74/M/2009.
Jadi, Keppres pengangkatan Ritonga ditandatangani Presiden SBY hanya delapan hari sejak pembicaraan antara Anggodo cs dengan pejabat Kejagung itu dimulai. Nama Ritonga mulai disebut dalam pembicaraan itu pada 28 Juli 2009 pukul 21:08:02 WIB, dua hari sebelum Keppres ditandatangani.
Berikut percakapan yang mulai menyebut nama Ritonga. Percakapan terjadi antara Anggodo dengan seorang perempuan bernomor HP 0818981xxx yang berisikan rencana atau janjian bertemu Ritonga:
Suara perempuan (SP): yang tadi Pak Ritonga tak telepon, besok itu rapat jam 9
Anggodo: jam 9 apa?
SP: Jam9 pagi, cuma sebentar aja, de’e masuk jam setengah 8 ada rapat sebentar
Anggodo: terus janji Pak Ritonga jam berapa?
SP: ya pagi nunggu dia sebentar
Anggodo: ya jam 8 aja berangkatnya.
Setelah Keppres pengangkatan Ritonga terbit, nama Ritonga terus disebut-sebut. Bahkan, pada 6 Agustus 2009, ada percakapan seorang perempuan yang diduga Yuliana Gunawan atau Lien dengan Anggodo yang mencatut nama Presiden SBY.
“Pokoke saiki (pokoknya sekarang) Pak SBY mendukung. SBY itu mendukung Ritonga lo,” ujar seorang perempuan itu.
6 Agustus 2009, Ritonga masih menjabat sebagai Jampidum, karena belum dilantik jadi Wakil Jaksa Agung. Ritonga baru dilantik sebagai Wakil Jaksa Agung pada 12 Agustus 2009.
Nah, apakah pencatutan nama SBY itu terkait dengan pengangkatan Ritonga? SBY, lewat Juru Bicara Presiden, Dino Patti Djalal, sudah membantah kaitan ini. “Saya sudah tanyakan dan konsultasikan ke Presiden, Presiden menegaskan tidak pernah ada pembicaraan pada siapa pun mengenai Wakil Jaksa Agung,” tegas Dino.
Rekaman pembicaraan mengenai skenario kriminalisasi pimpinan KPK antara Anggodo dengan Wisnu dan Ritonga terus berlanjut meski Ritonga sudah resmi menjabat Wakil Jaksa Agung dan Wisnu sudah berhenti dari Jamintel. Salah satunya tentang pembicaraan mengenai duren. Entah ‘duren’ apa yang dimaksud mereka.
Ritonga: Aku dikirimi duren ya?
Lien : Iya. Sudah Pak.
Ritonga : Siapa yang kirim?
Lien : Sudah datang durennya?
Ritonga : Iya, sudah datang 2 kardus. 2 Kotak. Terimakasih ya.
Lien : Iya Pak
Terhadap pembicaraan ini, Wisnu Subroto mengakui rekaman pembicaraan itu. Namun, Ritonga masih membantahnya. Sementara pihak Anggodo mengakui adanya rekaman itu, termasuk menilai bahwa pencatutan nama SBY hanya guyonan.
Ritonga Gelar Jumpa Pers Lagi di Kejagung
Baru Selasa kemarin buka-bukaan seputar dugaan rekayasa penyidikan kasus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga menggelar jumpa pers lagi.
Ritonga menggelar jumpa pers di Gedung Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (28/10) sekitar pukul 16.47 WIB.
Ritonga yang mengenakan baju safari warna biru ini didampingi Kapuspenkum Didiek Darmanto.
“Iya nanti Bapak akan bicara,” kata Didiek saat ditanya wartawan seputar rekaman rekayasa kasus KPK.
Jumpa pers dihadiri puluhan wartawan kini telah berlangsung.
Ritonga sebelumnya menggelar jumpa pers terkait dugaan rekayasa penyidikan kasus KPK. Dia membantah keras adanya rekayasa itu. Namun, Ritonga menolak berbicara seputar rekaman rekayasa kriminalisasi KPK yang menghebohkan itu.
Ritonga: Saya Biaso-biaso Sajo, Tak Perlu Dipersoalkan
Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengaku santai menanggapi penyebutan namanya dalam rekaman kriminalisasi KPK. Meski sudah dua kali menggelar jumpa pers, dia mengaku tidak terpancing.
“Tadi kan saya berprinsip biaso-biaso sajo. Kalau orang bilang dua kali masih begini, ya jangan sampai 3 kali,” jelas Ritonga dalam jumpa pers di Kejagung, Jl Sultan Hasanudin, Jakarta, Rabu (28/10).
Dia juga menjamin tidak akan melakukan pelaporan terkait pencemaran nama baik.
“Soal kita akan menggunakan hak atau tidak, tergantung kepada situasi dan kondisi yang dihadapi. Yang jelas proses hukum terhadap perbuatan seperti itu sudah ada dan bisa dilaksanakan. Tapi ya itu masih tergantung kita. Itu masih biaso-biaso sajo,” terangnya.
Dia juga enggan mengaitkan kasus ini dengan nama dia yang disebut-sebut sebagai calon kuat Jaksa Agung.
“Kan saya sudah memproklamirkan kepada teman-teman saya, bahwa saya bulan Agustus akan masuk masa pensiun. Jadi tidak ada pikiran saya menjadi jaksa agung. Kalau ada orang bikin ini mau jegal jadi jaksa agung itu keliru,” jelasnya.
Menurut dia, yang ada di pikiran dia, setelah rekaman ini bergulir, kenapa pokok pikiran perkara dialihkan kepada hal-hal yang tidak menyangkut pokok perkara.
“Mari kita mencari unsur-unsur bukti perkara secara relevan, bukan memperlebar ke mana. Kita konsentrasi kepada unsur-unsur ini, apakah terbukti atau tidak. Baru dari unsur-unsur ini akan terdapat hal-hal lain,” urainya.
Dia meminta agar, soal rekaman jangan terlalu dibesar-besarkan. “Ini tidak perlu dipersoalkan. Unsur-unsur perbuatan itu yang harus dikejar, kalau dikejar yang lain tidak akan ada ujung pangkalnya,” tutup Ritonga.
Ritonga: Saya Adalah Korban yang Tertindas
Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengaku dirinya hanya korban dengan beredarnya kasus transkrip rekaman yang beredar itu. Meski mengaku menjadi korban, Ritonga menganggap kasus yang menimpanya biasa-biasa saja.
“Saya ini dalam bekerja mengambil falsafah dalam hidup biaso-biaso sajo. Itu yang saya pelajari dari ajaran HAMKA. Prinsip itu yang selalu saya terapkan,” ujar AH Ritonga.
Hal itu disampaikan dia dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung (Kejagung), Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (28/10).
Ketika ditanya apa akan mengambil langkah atas beredarnya transkrip yang juga menyebut SBY dan mantan Jamintel Wisnu Subroto, atau akan melakukan konfirmasi ke KPK, Ritonga enggan menjawab dengan alasan dirinya hanyalah korban.
“Kalau alamat pertanyaan itu bukan ke saya seharusnya. Karena saya adalah korban. Ditanyakan itu perasaannya akan terbanting dan mengakibatkan jadi tidak obyektif. Kalau pertanyaan itu ditanyakan ke pejabat lain seperti Jaksa Agung, Jamwas atau lainnya saya anggap tepat,” jawab Ritonga.
Apakah Kejaksaan akan melakukan pengusutan untuk menindaklanjuti hal itu?
“Saya kira arah pertanyaan itu jangan ke saya. Diajukan ke pejabat lain akan lebih cocok. Kalau ke saya, seorang yang namanya korban yang tertindas pasti emosinya, nggak..ya begitulah. Kita pokoknya mengacu pada prinsip biaso-biaso sajo,” jelasnya.
Ketika dicecar kembali apakah akan mengajukan kasus ini sebagai pencemaran nama baik, dijelaskan Ritonga, penyebaran transkrip ini bisa dijerat dengan pasal pencemaran nama baik di KUHP.
“Kemarin saya sudah mengemukakan di pers rilis bahwa perbuatan itu bisa diancam oleh hukum pidana. Baik Pasal 310 dan Pasal 311 maupun Pasal 20 UU ITE. Tapi apakah akan menggunakan hak atau tidak sampai sekarang saya masih biaso-biaso sajo,” jelasnya.


0 komentar:

Berita Terkait :

LOWONGAN KERJA